Beranda | Artikel
Undian Berpahala
Kamis, 2 April 2009

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

Abdullah bin Yusuf menuturkan kepada kami. Dia berkata; Malik mengabarkan kepada kami dari Sumay bekas budak Abu Bakar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya orang-orang itu mengetahui keutamaan yang terdapat pada mengumandangkan adzan dan berada di shaf yang pertama lalu ternyata apabila mereka tidak bisa mendapatkan hal itu kecuali dengan mengundi dengan anak panah niscaya mereka pun akan mau mengundi untuk memperolehnya. Dan kalau seandainya mereka mengetahui keutamaan bergegas menuju shalat niscaya mereka pun akan berlomba mendatanginya. Dan seandainya mereka (kaum lelaki) mengetahui keutamaan yang terdapat pada shalat ‘Isyak dan Subuh (berjama’ah di masjid, pen) niscaya mereka akan mau mendatanginya meskipun harus dengan cara merangkak.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Adzan hadits no 615 Bab al-Istiham fil adzan, lihat al-Fath, 2/113-114 cet Dar al-Hadits Kairo).

Hadits yang agung ini menyimpan banyak pelajaran berharga, di antaranya adalah :

  1. Yang dimaksud ‘mengetahui’ di sini adalah ilmu yang selalu melekat dan tertanam pada diri seseorang. Hal itu diketahui dari penggunaan fi’il mudhari’ -kata kerja sekarang dan akan datang- pada hadits ini, bukan dengan fi’il madhi -kata kerja lampau-. Demikian keterangan at-Thibi (lihat al-Fath, 2/114). Maksudnya, orang yang rela bersusah payah untuk mendapatkan hal itu -adzan ataupun shaf pertama- adalah orang-orang yang ilmunya senantiasa melekat dalam hatinya sehingga membuahkan keyakinan akan besarnya pahala yang Allah janjikan. Karena keyakinan itulah ia mau menempuh berbagai cara agar keutamaan itu tidak luput dengannya meskipun harus dengan cara mengundi. Wallahu a’lam.
  2. Hadits ini juga menunjukkan pentingnya ilmu dan ilmu itulah yang akan memunculkan semangat untuk beramal. Serta menunjukkan pula bahwa ilmu yang bermanfaat adalah yang disertai dengan ketulusan niat untuk melaksanakan atau mengamalkan konsekuensi dan kandungan dari ilmu tersebut.
  3. Keutamaan yang dimaksud di sini adalah sebagaimana yang disebutkan secara tegas di dalam riwayat lainnya dari jalan al-A’raj dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa keutamaan yang dimaksudkan di situ adalah, “kebaikan dan keberkahan” (al-Fath, 2/114). Hal itu menunjukkan bahwa dengan mengumandangkan adzan atau berada di shaf pertama akan didapatkan kebaikan dan keberkahan yang lebih daripada yang diperoleh oleh jama’ah yang tidak adzan dan tidak berada di shaf yang pertama.
  4. Undian ini berlaku apabila orang-orang yang berebut untuk mendapatkannya adalah orang-orang yang memiliki kedudukan, kriteria, atau hak yang sejajar. Adapun orang yang tidak memenuhi syarat sebagai mu’adzin atau tidak layak berada di belakang imam persis atau tidak berhak menempati shaf pertama karena sudah penuh dan dia terlambat maka undian ini tidak berlaku (lihat al-Fath, 2/114, lihat pula Fath al-Bari li Ibni Rajab, 4/220 as-Syamilah). Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaknya yang berdiri di belakangku -saat shalat- adalah orang-orang yang memiliki ilmu dan pemahaman agama. Kemudian yang sesudah mereka.” (HR. Muslim dari Abu Mas’ud al-Anshari radhiyallahu’anhu). Demikian pula apabila orang yang satu telah menempati shaf pertama lebih dulu. Sebagaimana ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, “Janganlah seseorang menyuruh orang lain berdiri dari tempat duduknya untuk dia tempati, namun hendaknya kalian lapangkan dan luaskanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, ini lafazh Muslim)
  5. Undian yang dimaksudkan di sini bisa dengan melempar anak panah ataupun dengan cara yang lain. Hal itu sebagaimana yang dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu’anhu kepada sebagian pasukan kaum muslimin yang berebut untuk mengumandangkan adzan tatkala sang mu’adzin tertimpa musibah pada saat perang penaklukan Qadisiyah. Riwayat ini disebutkan oleh Bukhari secara terputus/tanpa sanad namun telah disambungkan sanadnya oleh Saif bin Umar dalam al-Futuh dan at-Thabari dengan jalur sanadnya dari Saif bin Umar dari Abdullah bin Syubrumah dari Syaqiq -yaitu Abu Wa’il- (lihat al-Fath, 2/113). Riwayat ini juga menunjukkan kepada kita tentang betapa besar semangat salafush shalih dalam meraih keutamaan.
  6. Undian ini bisa dilakukan untuk mendapatkan kedua hal di atas -adzan ataupun shaf pertama- bukan hanya untuk shaf pertama saja, sebagaimana ditegaskan di dalam riwayat yang lain dari Abdurrazzaq dari Malik dengan teks, “Niscaya mereka akan mengundi untuk mendapatkan keduanya.” (lihat al-Fath, 2/114).
  7. Yang dimaksud bergegas menuju shalat di sini adalah bergegas untuk menghadiri shalat zuhur. Penafsiran inilah yang lebih sesuai dengan makna lafazh yang digunakan yaitu at-Tahjir yang berasal dari kata al-hajirah yang maknanya ‘panas yang terik di tengah siang’, dan inilah penafsiran yang dipilih oleh Bukhari (lihat al-Fath [2/163-164]). Namun, hal itu tidak berarti bertentangan dengan perintah untuk menunggu agak dingin apabila panasnya sangat terik, karena maksud dari perintah itu adalah untuk memberikan kemudahan dan bersikap lunak kepada jama’ah. Adapun lelaki yang sengaja meninggalkan tidur siang sebelum zuhur lalu berangkat lebih dulu ke masjid demi menunggu shalat jama’ah dilakukan maka keutamaan yang diperolehnya sudah sangat jelas (lihat al-Fath [2/114])
  8. Hadits ini juga menunjukkan bahwa perintah untuk menunda shalat zuhur sampai cuaca agak dingin sebagaimana dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, “Apabila panas sangat terik maka tundalah shalat hingga cuaca agak dingin…” (HR. Bukhari dan Muslim) adalah perintah yang bermakna istihbab/sunnah. Dan ini adalah pendapat jumhur ulama (lihat Taudhih al-Ahkam [1/444-445], Fath al-Bari [2/20]). Dalilnya adalah hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma, “Dahulu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam mengerjakan sholat zuhur pada saat hajirah -tengah-tengah siang hari/panas terik-.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar mengatakan, “al-Hajirah adalah panas yang sangat terik di tengah siang hari.” (al-Fath [2/26], silakan lihat juga al-Mu’jam al-Wasith [2/973])
  9. Ibnu Abi Jamrah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘berlomba’ di dalam hadits ini -yaitu ketika mendatangi masjid- adalah perlombaan dalam makna abstrak/maknawi bukan dalam makna konkret, sebab berlomba-lomba secara fisik untuk itu mengandung konsekuensi ketergesa-gesaan dalam berjalan/melangkah padahal perilaku itu dilarang (lihat al-Fath, 2/115)
  10. Hadits ini menunjukkan bolehnya mengerjakan sholat sunah -maksudnya adalah sholat tahiyyatul masjid atau sholat sunah wudhu, pen- pada saat matahari berada di tengah-tengah yaitu ketika panasnya sangat terik. Sebab tidaklah diperselisihkan bahwa orang yang masuk masjid pada saat itu diperintahkan untuk mengerjakan sholat (lihat al-Muntaqa Syarh al-Muwattha’, 1/157 as-Syamilah)
  11. Hadits ini juga dengan jelas menunjukkan besarnya keutamaan sholat ‘Isyak dan Subuh berjama’ah di masjid bagi lelaki (lihat Syarh Riyadh as-Shalihin [3/57]). Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu meriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan sholat ‘Isyak secara berjama’ah maka seolah-olah dia mengerjakan sholat malam separuh malam lamanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan sholat Subuh secara berjama’ah maka seolah-olah dia telah melakukan sholat semalam suntuk.” (HR. Muslim). Yang dimaksud mengerjakan sholat Subuh berjama’ah yang dikatakan seperti sholat semalam suntuk ini adalah apabila disertai dengan sholat ‘Isyak berjama’ah (lihat Aun al-Ma’bud [2/74] dan Tuhfat al-Ahwadzi [1/254] as-Syamilah). Dan sebagaimana sudah dimaklumi bahwa sholat berjama’ah di masjid adalah wajib bagi lelaki muslim.
  12. Hadits ini juga menunjukkan bolehnya melebihkan keutamaan satu jenis ibadah atas ibadah yang lainnya selama memang ada dalilnya dan tujuannya bukan untuk merendahkan dan melalaikan yang lainnya.
  13. Hadits ini juga menunjukkan keadilan Allah ta’ala. Di mana Allah membagi-bagi ibadah dan keutamaannya sehingga bisa dilakukan oleh siapa saja, baik yang menjadi imam, makmum ataupun mu’adzin.
  14. Hadits ini menunjukkan diperintahkannya berlomba-lomba dalam hal kebaikan.
  15. Hadits ini juga menunjukkan bolehnya menggunakan alarm untuk membangunkan para mu’adzin dan takmir masjid supaya tidak terlambat menunaikan tugasnya
  16. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan para takmir yang tinggal di komplek masjid, karena mereka memiliki peluang lebih besar dibanding yang lainnya untuk mendapatkan semua keutamaan di atas.


Artikel asli: http://abumushlih.com/undian-berpahala.html/